Wednesday, February 24, 2010

Aku Mencintaimu


Aku Mencintaimu

Hati bergetar sejak pertamakali bersua denganmu
Paras wajahmu yang begitu anggun, dan mempesonaku
Hatiku takjub, padaNya, yang menciptakanmu
Karena perangai, dan akhlakmu...
Bukan cantik fisik utamaku, tapi cantik hati dan perangai yang aku mau...
Dan itu ada padamu...
Ukhti...
Apa pun kata orang, entah, hatiku berakata, engkau cantik
Seorang akhwat berkeras kemauan, vokalis mahasiswa di medan dakwah
Aku tahu perasaan ini harus aku jaga erat, agar aku, anti, dan kita semua selamat
Terutama dakwah ini...
Ukhti, kenapa rasa ini muncul ketika hanya denganmu,
Getaran hati yang selalu bedegup lebih kencang dari biasanya, saat kau ada bersamaku di area ini...
Aku mencintaimu...
Ya.. aku mencintaimu...
Maafkan hamba Ya Allah...
Karena ini adalah rasa dariMu jua
Aku akan tetap berusaha menjadikan Engkau yang no 1 dan dia setelahMu

Suatu saat nanti ketika aku sudah merasa siap, aku ingin sekali bersanding denganmu
Ukhti...
Menjagamu, karena dibalik engkau yang keras dalam berjuang, aku tahu engkau butuh pundak seseorang...
Aku ingin sekali menjadi pundakmu...
Bersamamu berjuang mengarungi ujian dan perjuangan dakwah kita...
Sekarang, aku tidak akan berkata apa2 terhadapmu...
Karena aku ingin menjaga rasa ini, menjagamu, dan semuanya... dari rasa ini...
Semoga Allah menjaganya, buatku, dan buat kita...
Apakah engkau merasakan apa yang aku rasakan ukhti...
Aku berharap engkau pun demikian...
Karena aku menginginkan kerja keras dakwahmu terhadap agamamu yang ada dalam perilakumu...
Karena aku menginginkan bersamamu dalam perjuanganmu itu...
Ukhti... aku mencintaimu...
Allah, jagalah rasa cinta ini, dan jangan sampai melenakanku padaMu
Hamba yang lemah ini hanya memohon padaMu,
Jika dia baik untuk diriku dan agamaku, jagalah dia untukku dan berikanlah dia untukku suatu saat nanti...
Maafkan permintaan lancang ini Ya Allah...
Tapi hanya Engkau lah, Yang Maha Segala Galanya
Ukhti, aku mencintaimu, tunggulah aku...

Itulah sebuah persaan yang sedang muncul di hati Ahsa. Dia adalah seorang Presiden sebuah Badan Eksekutif Mahasiswa di Fakultasnya, dan perasaan di hatinya selalu berusaha dia jaga. Hatinya selalu bergejolak ketika bertemu dan mengingat Ana, salah seorang mentri dari kaum hawa, perwakilan para aktivis akhwat di kampusnya, yang perjuangan keras dan perangai Ana, mengalihkan dunia Ahsa saat bersamanya, entah dalam rapat-rapat BEM, atau pun kegiatan2 BEM. Sakit ketika memendam cinta, namun itu lah yang dilakukan Ahsa...

Cinta dan Kasih Sayang telah menghiasi hari2 Ahsa, dan dia hanya bisa menorehkan curahan hatinya dalam coretan kertas sebagai bentuk curahan hatinya. Hingga suatu ketika, Ana mengetahui kalau presiden yang dihormatinya punya rasa sayang terhadapnya, ketika dia tak sengaja membaca coretan tangan di folder presiden di komputer BEM, yang Ahsa belum sempat menghapusnya. Ana lemas, ketika membaca uraian cinta itu, ’Ukhti Ana, i love you, i love perjuangan dakwahmu, dan aku ingin bersamamu, mengarungi dakwah ini bersamamu, dalam ikatan pernikahan. Ya Allah, rahmati lah doa hamabu. Amin [Ahsa, untuk ukhti Ana mentriku yang mengalihkan duniaku]’.

Astaghfirullah.... kata yang selalu diucapkan Ana pasca itu, karena ternyata, dia memiliki perasaan yang sama terhadap presidennya. Seakan dia mendapat emas berlian saat membaca kata2 itu. Namun, Ana juga telah memendam perasaan itu sejak lama. Karena dia tahu, terlarang menyatakan cinta di luar pernikahan. Hingga suatu ketika, mereka lulus, dan cinta itu tetap ada tanpa berucap apa pun satu sama lain, perjuangan dakwah mereka tetap sehat, karena hati mereka kunci erat, agar rasa itu tidak keluar belum pada waktunya.

Waktu berjalan, Ahsa dan Ana belum memikirkan pernikahan, mereka tetap aktif mengurusi adhek2 di kampusnya, tapi dalam forum yang berbeda. Lama mereka tidak bertemu, sekitar 2 tahunan, hingga mereka dipertemukan lagi dalam pekerjaan mereka. Di tahun kedua kelulusannya, Ahsa diterima kerja di sebuah lembaga keuangan syariah. Dua tahun kemudian, kantornya me-recrut pegawai administrasi, dan AllahuAkbar, Ana ada di meja administrasi itu, Ana menjadi bawahan Ahsa, yang keduanya saling terkejut saat dipertemukan di perkenalan pegawai baru. Degup hati kencang keduanya sekakan saling bersahutan, membentuk irama cinta nan indah di hati mereka.
Namun, masing-masing Ahsa dan Ana tetap mengendalikan rasa itu, dan setengah tahun berjalan di kantor itu, keduanya tetap terjaga. Hingga suatu ketika... Lembaga tempat mereka bekerja, mengadakan rihlah pegawai bersama suami atau istri masing2 ke luar kota, selama 3 hari. Karena masih sama2 single, Ahsa dan Ana sendirian, begitu juga dengan beberapa teman ikhwan dan akhwat yang lainnya.
Seluruh pegawai dan karyawan kantor menikmati rihlah itu...

Pegunungan yang sepi dari hiruk pikuk, menenangkan hati
Hijaunya dedaunan dan tanaman liar di hutan, sungguh mentakjubkan mata yang melihatnya...
Dingin menyeruak, saat tubuh terhempas dalam alam gunung itu...
Suara kicauan burung menambah sedikit kesunyian gunung lebih semarak..
Para petani yang dengan gagah berani mambawa cangkul ke ladang sawah mereka, menunjukkan perjuangan mereka yang sangat besar, dan kenikmatan membelai alam bersama cangkulnya...
Para pegawai dan karyawan menimati sajian alam yang begitu mempesona...
Mareka tertegun, melihat setiap sudut alam gunung...
Memuji keEsaan Allah Yang Maha Agung...

Hingga pada hari terakhir acara tracking gunung...
Rombongan karyawan dan pegawai di tempat Ahsa bekerja itu, dihebohkan berita kehilangan. Dilaporkan telah hilang di tengah hutan dua akhwat karyawan, disinyalir mereka terpisah dari rombongannya saat tracking gunung. Seketika juga semua rombongan diperintahkan berkumpul di tempat penginapan mereka, dan ketika checking, dua nama akhwat yang disebut tidak ada orang bersangkutan yang menyahut, Ana dan Mita. Ahsa shock, dia tidak menyadai ketidakberadaan Ana di dalam rombongannya. Tubuhnya lemas, saat mengetahui akhwat yang hilang itu salah satunya adalah Ana, akhwat impiannya untuk menjadi pendamping hidupnya yang sangat disayanginya. Tak terasa, ke-Ikhwan-annya yang tangguh dan kaut, terkalahkan dengan butiran kristal dari matanya, saat mengetahui Ana lah yang hilang di antara dua akhwat itu, ’Ukhti, di mana kah engkau, jangan kau tinggalkan aku saat aku membutuhkan dan menginginkanmu. Allah jagalah dia, jagalah dia untukku, dan untuk kami. Ukhti, bertahanlah, aku akan menjemputmu.’

Seketika itu juga Beberapa penjaga hutan diikuti para ikhwan dari kantor Ahsa, dikerahkan untuk mencari Ana dan Mita ke tengah hutan. Sementara para akhwat yang lainnya, menunggu dengan kecemasan di sekitar penginapan. Sekitar 30 orang menyebar ke seluruh penjuru hutan, mengikui petunjuk pengelola hutan dan gunung itu, mereka dibagi, dan setiap rombongan ada yang dari penjaga hutan itu, agar pencarian lancar tanpa ada yang tersesat lagi. Ahsa pun dengan semangat bercampur sedih, pilu, rasa yang tidak karuan, ikut dalam rombongan mencari Ana dan Mita ke tengah hutan. Dia berempat, dengan 2 orang teman ikhwannya dan seorang penjaga hutan yang sudah mengetahui seluk beluk hutan tersebut. Sesekali tetesan butiran keluar dari mata Ahsa, berharap cemas dia menemukan Ana. Lima jam berlalu, namun, tidak satu rombongan pun berhasil menemukan Ana atau pun Mita.

Para pencari pun sedikit frustasi, hingga beberapa rombongan kembali ke penginapan dengan hasil nihil. Semua orang sudah menduga macam-macam dengan kondisi Ana dan Mita, mungkin mereka terperosok atau bertemu binatang buas, atau apalah...
Begitu juga dengan rombongan Ahsa, setelah ketua rombongan yakin pencarian mereka usai, dia memutuskan rombongannya kembali ke penginapan saja. Karena hari sudah sangat terlalu sore, dan itu menyulitkan pencarian. Jika tidak segera kembali ke penginapan, tenaga mereka akan terkuras, dan tidak akan kuat menempuh perjalanan kembali bersama rombongan di penginapan.
Namun Ahsa menolak instruksi itu. Hatinya marah, dia tidak rela jika kembali tanpa hasil, ”Ana dan Mita adalah teman kita, jangan ditinggal begitu saja”, begitu dia mengatakan kepada rombongannya.

Tanpa panjang lebar, Ahsa berlari, sendiri, berniat  mencari kedua temannya sendirian. Terutama Ana. Ahsa tidak mau kehilangan Ana, tidak mau kembali sebelum menemukan Ana dalam keadaan apa pun. Teman2 rombongan tidak bisa mencegahnya. Mereka kehilangan Ahsa dalam gelapnya sore hutan dibalik semak belukar yang sangat lebat. Ahsa berlari tanpa arah dan memanggil-manggil, terus memanggil nama Ana, hingga hatinya tersentak, mendengar suara rintihan wanita, dibalik semak belukar di sampingnya, dia berputar melewati semak itu, Ahsa berdiri terpatung, melihat Mita yang sedang menangis, memeluk Ana Yang tergeletak di depannya, dengan luka yang mengucurkan darah segar di kaki Ana, meski luka itu sudah diikat Mita menggunakan sapu tangannya, darah itu bisa menembusnya sedikit.

Ahsa lemas, batinnya tersentak hebat melihat pemandangan di depannya. Tangisan Mita semakin menjadi saat melihat Ahsa berdiri mematung agak jauh di sampingnya. Mata Ahsa semakin berkaca-kaca dan tangisan itu tumpah melihat Ana, akhwat impiannnya, tergeletak tanpa kata di depannya. Ahsa berlari, merebut Ana dari pelukan Mita, teori memegang akhwat yang bukan muhrim haram hukumnya, tundukkan pandangan terhadap lawan jenis, jagalah hati terhadap lawan jenis, hilang dari kesadaran Ahsa saat melihat kondisi Ana saat itu. Ahsa menangis, tetesan air matanya, membasahi pipi Ana yang pucat pasi dalam pelukannya, sambil berkata, ”Ukhti, Ana, sadarlah, jangan tinggalkan aku, aku tidak mau kehilanganmu, kami tidak mau kehilanganmu, sadarlah Ana. Apa kau tahu, kalau selama ini aku mencintaimu, menyayangimu, dan aku ingin menjadikanmu pendamping hidupku, Aku ingin menjadi pundak tempat berkeluh kesahmu, mengarungi hidup bersamamu. Ana, bangunlah... Bangunlah Ana.... ” Ahsa lupa ada Mita di sampingnya, ada Allah yang melihatnya. Namun ekspresi hatinya sudah tak terbendung melihat kondisi Ana sekarang ini.

Ahsa dan mita meneteskan air mata, tangis mereka saling bersahutan, namun Ana yang pingsan itu belum sadar juga. Ahsa yang mengguncang2 tubuh Ana dalam pelukannya itu. Hatinya terlalu sedih dan pilu melihat Ana yang tak berdaya, tak sadarkan diri di hadapannya itu...

Dalam dekapan Ahsa yang tersedu-sedu, jari ana tergerak, mata Ana bergetar, nafasnya mulai menguat, Ahsa dan Mita tersentak, memanggil-manggil nama Ana. Sedikit demi sedikit mata Ana terbuka, dia merasakan pelukan hangat seseorang, lambat laun matanya terbuka, mata yang cantik itu melihat sosok ikhwan memeluknya, Ana belum terlalu jelas melihat siapa yang memeluknya, ia ingin melepaskan pelukan itu, namun Ahsa malah semakin erat memeluknya. Mata Ana terbuka lebar, terlihat kuat wajah mantan presiden Ana beberapa tahun yang lalu, teman kerjanya, yang dicintainya juga, yang sekarang memeluknya dalam ketakberdayaanya. ’Akhi Ahsa...’ begitu Ana memanggil lelaki di depannya dengan terbata-bata. Ahsa tersenyum dalam tangisnya dan berkata, ’Ukhti, jangan kau tinggalkan aku, Ana tidak sendirian, aku bersamamu, aku akan menjadi pundak dalam hidupmu. Aku mencintaimu, aku menyayangimu Ana...’ Tanpa sadar kata-kata itu terlontar dari bibir Ahsa untuk Ana, dan Ana pun membalasnya, ’Aku menyayangimu juga Akhi, bersamamu, ingin aku arungi hidupku.’

Ketika sebuah kata cinta terurai mengalun
gejolak dahsyat merasuk ke dalam jiwa manusia yang sedang kasmaran
atas nama cinta
hatinya bertaut
hatinya memilih

atas nama cinta
dirinya menghempas ke alam impian terindah hidupnya
rindu belaian sang kekasih hati

atas nama cinta
setiap detik masanya tak luput dari sang pancaran cahaya kekasih
setiap lekuk kekasih tergambar tajam dalam uraian bayangnya

atas nama cinta
hidupnya diperetautkan demi cinta hatinya
merekayasa impian menjadi tujuann hidupnya

atas nama cinta
cinta bermuara
ke dalam sanubari
mengolah jiwa bergelora semangat mega raya

atas nama cinta
selalu merindu secuil kisah pun tentangnya
menutup kemilau lain untuk sang pecinta

atas nama cinta
bibir manis mengurai senyum menjadi pelangi hidup
menggerakkan fisik menjadi kuat tak terperi

atas nama cinta
cinta yang singgah nakal ke dalam hati
menggelitik membuat sang pemilik hati
tak kuasa menahan gejolak mimpi

atas nama cinta
yang akan selalu terperi ke dalam sanubari
atas nama cinta


Ana serasa tidak merasakan darah di kakinya begitu banyak yang sudah mengalir, sakitnya sudah tak terasa lagi.Ahsa meletakkan Ana sejenak, dilepaskan tas dari punggungnya, dilepaskannya pula jaket di tubuhnya dan diberikan kepada Ana, kemudian Ahsa menyerahkan Ana ke pangkuan Mita lagi, dia mengambil air di tasnya, dan meminumkannya ke Ana, dengan kelembutan dan kasih sayang ahsa meminumkan air ke bibir Ana yang masih sedikit mengerang sakit itu. Namun bibir itu tersenyum, melihat pangeran di depannya, Ahsa. Mita hanya terbengong melihat adegan itu, tidak bisa berkata dan berucap apa-apa. Mita juga meminum air dari Ahsa dengan tangannya sendiri, hingga ada teriakan dari arah berlawanan mereka, ’Ahsaaaaa !’

Ternyata itu adalah rombongan lain yang melakukan pencarian juga, yang akan kembali ke penginapan, yang kebetulan juga menemukan Ahsa, Ana dan Mita di perjalanan pulang mereka. Akhirnya Ana dan Mita diletakkan di ’tandu’ yang mereka bawa, setelah kaki Ana diobati sejenak, mereka membawa Ana dan Mita kembali ke penginapan. Kedatangan mereka disambut dengan ucapan syukur kepada Allah yang telah menyelamatkan mereka. Malam itu Ana dirawat di penginapan, dan Mita beristirahat di kamarnya, menunggu jam pulang rombongan esok harinya dari rihlah ke rumah masing-masing.

Dalam balutan selimut malam Ahsa berucap Puji syukur Pada Allah Yang Esa, karena akhwat impiannnya ditemukan, dan dia sudah mengungkapkan cintanya, tak luput juga Ahsa memohon ampun padaNya, atas semua dosa-dosanya di luar kesadarannya saat bersama Ana dan menemukan Ana dalam pencariannnya.

Keesokan harinya, rombongan kantor Ahsa pun kembali ke kotanya, dan beraktifitas seperti biasanya. Setelah ungkapan cinta Ahsa dan Ana di hutan saat itu, mereka tetap berusaha menjaga diri dan hati saat bersama, tidak ada kontak hati saat mereka bersama. Itu lah Ahsa, ikhwan ter-tarbiyah yang meski telah khilaf karena kondisi Ana di hutan, tapi dia konsekuen, begitu juga dengan Ana, dia tetap memegang teguh dirinya, tidak kontak hati atau fisik lewat media apa pun dengan Ahsa meski hatinya ada rasa. Kontak mereka hanya sebatas rekan kerja dan dakwah. Kejadian di hutan pun dilupakan.

Hingga 3 bulan pasca rihlah itu, Ahsa memutuskan memberikan proposal ijin menikahnya kepada murobinya untuk dicarikan pendamping hidup. Beberapa pekan kemudian Ahsa menerima proposal dari akhwat juga untuk dirinya, sungguh kaget dan hampir pingsan Ahsa membukanya. Tanpa niat menunjuk sapa pun, ketika dia membuka membuka proposal Akhwat yang ber-cover biru itu, memiliki nama panggilan, Ana. Dengan riwayat organisasi pernah menjadi mentri di BEM Fakultas Ahsa, dan sedang beramanah di lembaga keuangan syariah tempat Ahsa bekerja, menjadi administrasi di sana, Ana, ya itu lah Ana, yang dicintai Ahsa.
Puji syukur yang sedalam-dalamnya dikumandangkan Ahsa padaNya, dan dia menjawab ’iya’ ke murobinya, dia menerima proposal itu.

Lima belas hari kemudian, khitbah di lakukan, dan lima belas hari selanjutnya, ijab qabul serta respsi pernikahan pun diselenggarakan. Impian Ahsa dan Ana diwujudkan oleh Allah SWT. Bersatu dalam ikatan suci pernikahan, saling mencintai dan menyayangi dalam balutan kasih sayang, menjadi pundak hidup satu sama lain, untuk dakwah hidup mereka. Yaa Muqallibal Qulub, stabbit Qalbi ’ala dini kullik.
Inilah berkah dari penjagaan hati mereka, yang kuat mengarungi ujian hati meski cinta itu bergejolak dalam hati, meski khilaf pun pernah ditemui.
Namun, kataqwaan dan selalu mengingatNya, memudahkan jalan impiannya.
Sungguh, Allah Maha Kuasa Atas segala sesuatu.

Dari Ana untuk Ahsa...
Sayang, jadikan aku palabuhan hatimu...
Jadikan aku pengobat sepi hatimu...
Jadikan aku baju dakwahmu
Jadikan aku selimut tidurmu
Jadikan aku penopang lemahmu bersamamu
Jadikan aku istri terbaikmu
Jadikan aku ibu penyayang anak2mu...

Sayang, saat kau sedih, tumpahkan kesedihanmu di pundakku...
Saat kau lemah, peluklah aku dan hilangkanlah kelamahanmu
Saat kau butuh partner, jadikan aku partner setiap waktu...

Sayang, ijinkan aku mengarungi rumah tangga dan dakwah ini bersamamu...
Mencari dan mendapatkan ridhoNya dunia dan Akhirat bersamamu, dunia dan akhirat..
Amiiin.

Segala Puji Bagi Allah, Tuhan penguasa sekalian Alam

No comments: